BAB I
PEMBAHASAN
1.1 PENGERTIAN IHSAN
Ihsan berasal dari bahasa yang
artinya berbuat baik/ kebaikan. Sedangkan menurut istilah yaitu perbuatan baik
yang dilakukan oleh seseorang dengan niat hati beribadah kepada Allah SWT. Menurut pengertian istilah ada beberapa definisi dan pengertian yang diberikan
oleh ulama yaitu :
1. Muhammad Amin al-Kurdi, ihsan ialah selalu dalam keadaan diawasi oleh Allah
dalam segala ibadah yang terkandung di dalam iman dan islam sehingga seluruh
ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah.
2. Menurut
Imam Nawawi ihsan adalah ikhlas dalam beribadah dan seorang hamba merasa selalu
diawasi oleh Tuhan dengan penuh khusuk, khuduk dan sebagainya
Dari pengertian ihsan di atas, maka yang menjadi landasan dasar dari Ihsan
antara lain sebagai berikut :
- Muraqabatullah yang meliputi merasa selalu dalam pengawasan
Allah swt dan sikap Ihsan sebagai hamba Allah swt. sebagaimana keterangan
dalam hadits sabda Nabi Muhammad saw.
- Ihsanullah
yang meliputi merasakan kebaikan Allah dalam segala hal dan sikap Ihsan
sebagai khalifah Allah swt.
Seorang hamba Allah
swt. yang ihsan, merasa selalu berada dalam pengawasan Allah swt.
tentunya akan senantiasa melakukan yang terbaik dalam kehidupannya. Sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepada hamba-Nya, sudah seharusnya pula kita melakukan
dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dalil firman Allah dalam Al-Qur’an al-karim :
وَأَحْسِن كَمَا
أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْك
Artinya : dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu. (QS-Al-Qashash:77).
Ihsan memiliki satu rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dalam kisah jawaban Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Jibril Alaihissallam ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
Ihsan memiliki satu rukun yaitu engkau beribadah kepada Allah Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dalam kisah jawaban Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Jibril Alaihissallam ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
Maksudnya, bahwasanya
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan ihsan dengan memperbaiki lahir
dan batin, serta menghadirkan kedekatan Allah Azza wa Jalla, yaitu bahwasanya
seakan-akan Allah berada di hadapannya dan ia melihat-Nya, dan hal itu akan mengandung
konsekuensi rasa takut, cemas, juga pengagungan kepada Allah Azza wa Jalla,
serta mengikhlaskan ibadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan memperbaikinya dan
mencurahkan segenap kemampuan untuk melengkapi dan menyempurnakannya.
1.2 TIGA ASPEK POKOK DALAM IHSAN
Ihsan meliputi tiga
aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan
akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam ihsan.
1. IBADAH
Kita berkewajiban
ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti
shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan
mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan
ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat
(menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya
hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal
seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan
inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna,
sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud
dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi,
“Hendaklah kamu
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi
kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka,
selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah
juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak,
menyenangkan isteri, meniatkan setiap yangmubah untuk mendapat ridha Allah, dan
masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya
senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin
mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
2. MUAMALAH
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt.
pada surah An-Nisaa’ ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah
dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun
dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang
jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”
Kita
sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan
sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka
Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja
yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan
ihsan tersebut:
a. ihsan kepada kedua orang tua
b. ihsan kepada karib kerabat
c. ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
d. ihsan kepada tetangga dekat, tetangga
jauh, serta teman sejawat
e. ihsan kepada ibnu sabil dan hamba
sahaya
f. ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia
g. ihsan dalam hal muamalah
h. ihsan dengan berlaku baik kepada binatang.
3. AKHLAK
Ihsan dalam
akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan
mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah
seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di
awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita
tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika
hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan
dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku,
sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat
jelas dalam perilaku dan karakternya.
Jika kita
ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh dari hasil
maksimal ibadahnya– maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya.
Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya,
keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka
Rasulullah saw. mengatakan dalam sebuah hadits, “Aku diutus hanyalah demi
menyempurnakan akhlak yang mulia.”
1.3 PERBUATAN-PERBUATAN
YANG MERUSAK IHSAN
Berikut ini adalah sikap dan
perbuatan yang dapat merusak ihsan dalam diri, antara lain :
a.
Sikap dan perbuatan Sombong. Dalam sebuah hadits
diterangkan : sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain.
(HR. Muslim)
b.
Sikap Serakah dan Egois. Mengenai serakah dan egois
Nabi Muhammad saw, bersabda : seandainya seorang anak Adam sudah mempunyai dua
lembah harta, maka ia akan mencari lembah yang ketiganya. Dan tidak akan merasa
puas perutnya, melainkan dengan dimasukkan ke dalam tanah. (HR. Bukhari dan
Muslim)
c.
Sikap Iri Dengki. Nabi saw. bersabda :
Sesungguhnya dengki itu akan memakan habis kebaikan, seperti api yang melalap
habis kayu bakar. (HR. At-Tirmidzi). Sikap iri Dengki akan menjadi penghambat
dalam kesuksesan, menyia-nyiakan energy, menghilangnya kesempatan untuk kerja
sama dan akan menghilangkan kesempatan belajar.
Firman Allah swt. :
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيۡنَيۡكَ
إِلَىٰ مَا مَتَّعۡنَا بِهِۦٓ أَزۡوَٰجٗا مِّنۡهُمۡ زَهۡرَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا
لِنَفۡتِنَهُمۡ فِيهِۚ وَرِزۡقُ رَبِّكَ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰ
Artinya : Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah
Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan
dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih
baik dan lebih kekal. (QS. Thaha [20]: 131).
d.
Ghibah atau menggunjing
f.
Sikap Dendam
1.3 MENERAPKAN PERILAKU MULIA
Sikap dan perilaku terpuji yang
harus dikembangkan terkait dengan ihsan yaitu :
1. Melakukan ibadah
ritual (shalat,zikir, dan sebagainya )dengan penuh kekhusukan dan keikhlasan.
2. Birul walidain
(berbuat baik kepada kedua orang tua), dengan mengikuti semua keinginan jika
memungkinkan, dengan syarat tidak bertentangan dengan aturan Allah Swt.
3. Menjalin hubungan
baik dengan kerabat.
4. Menyantuni anak
yatim dan fakir miskin.
5. Berbuat baik
kepada tetangga.
6. Berbuat baik
kepada teman sejawat.
7. Membalas semua
kebaikan dengan yang lebih baik
8. Membalas kejahatan
dengan kebaikan, bukan dengan kejahatan serupa
9. Menjaga
kelestarian lingkungan, baik daratan maupun lautan dan tidak melakukan tindakan
yang merusak.
1.4 HIKMAH DAN MANFAAT IHSAN
“Kebaikan akan
berbalas kebaikan”, adalah janji Allah dalam al-Qur’an.Berbuat Ihsan adalah
tuntutan kehidupan kolektif. Karena tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri,
maka Allah menjadikan saling berbuat baik sebagai sebuah keniscayaan. Berbuat
baik (Ihsan) kepada siapa pun, akan menjadi stimulus terjadinya “balasan” dari
kebaikan yang dilakukan. Demikianlah, Allah Swt. Membuat sunah (aturan) bagi
alam ini, ada jasa ada balas. Semua manusia diberi “nurani” untuk berterima
kasih dan keingian untuk membalas budi baik. Peristiwa di samping hanya sedikit
dari percikan hikmah Ihsan. Simak dan renungkanlah!
BAB II
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah,
muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini
tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai
pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah
tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik
ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.
2. SARAN
Demikianlah dalam hal ini penulis akhiri
makalah ini tak lupa mohon maaf kepada semua pihak, kritik dan saran penulis
harapkan demi perbaikan penulisan makalah ini selanjutnya.
sangat membantu gan
ReplyDelete